Apa Itu Outsourcing? Mengenal Lebih Jauh Outsource

apa itu outsourcing

Perusahaan Outsourcing adalah lini bisnis yang dibutuhkan. Lantas apa itu artinya Outsourcing? Apakah Outsource adalah strategi yang efektif?

Implementasi Outsourcing di Dunia Profesional

(via: Entrepreneur.com)

Masyarakat umum banyak salah kaprah dan memberi stigma negatif pada apa itu Outsourcing. Hal ini disebabkan, pasca tahun 2000-an, praktek yang satu ini marak dimanfaatkan, namun disusul banyak PHK saat krisis 2008 lalu.

Citra negatif juga kerap disandingkan dengan apa itu Outsourcing karena lebih dikenal untuk beberapa pekerjaan di level dasar, seperti Satpam, Office Boy, dan sebagainya.

Namun pada kenyataannya, implementasinya tidak terbatas hanya sampai disitu saja. Maka pada kesempatan kali ini, kami ingin membahas lebih dalam tentang apa itu praktek Outsourcing, dan bagaimana implementasinya di dunia kerja.


1. Apa Itu Outsourcing?

(via: 99designs.com)

Dalam ketenagakerjaan, Outsourcing artinya adalah pratik pemanfaatan tenaga kerja oleh suatu perusahaan, melalui bantuan pihak ketiga dalam pengadaannya.

Tenaga kerja tersebut mungkin, ditugaskan untuk menyelesaikan suatu tugas, atau mengisi suatu posisi tertentu, di dalam perusahaan tersebut.

Bila Outsourcing adalah praktiknya, maka Outsource adalah pihak ketiga yang melakukan pencarian, dan pengadaan tenaga kerja tersebut.

Sedangkan, pada dunia kerja dikenal pula istilah Karyawan Outsource yang artinya suatu karyawan yang mengisi suatu posisi di satu perusahaan, namun secara kontrak Ia adalah karyawan dari perusahaan Outsourcing.


2. Apa manfaatnya?

(via: Moneygeek.com)

Praktek Outsourcing adalah salah satu strategi bisnis yang telah lama lahir, pasca krisis di Amerika pada 1970-an sampai 1980-an.

Secara sederhana, perusahaan tidak akan terlalu dibebankan waktu dan biaya, dalam proses seleksi dan recruitment. Karena pihak perusahaan Outsourcing adalah yang mengambil tanggung jawab tersebut.

Sehingga, perusahaan berpeluang untuk mengalokasikan waktu dan biaya, untuk keperluan lain.

Terlebih, dengan bantuan pihak ketiga tersebut, perusahaan tidak terbebani pada biaya training, karena pada umumnya Karyawan Outsource telah memiliki pengalaman, dan keahlian spesifik yang telah teruji.

Selain itu, pada umumnya tanggungjawab yang dipindahtugaskan kepada tenaga Outsorcing adalah pekerjaan teknis tertentu. Dimana lingkup teknis tersebut, bukanlah lini bisnis utama dari perusahaan tersebut.

Maka, pemanfaatan tenaga kerja demikian, tidak mengganggu fokus utama dari bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.


3. Apa risikonya?

(via: Inc42.com)

Sesuai dengan sifat pengadaannya yang mengandalkan tenaga kerja eksternal suatu perusahaan, untuk mengisi suatu posisi atau tugas tertentu.

Maka, ketika tenaga kerja tersebut mengisi suatu posisi, hal itu meningkatkan risiko terjadi kebocoran informasi perusahaan, terutama hal-hal yang sifatnya confidential.

Selain itu, karena praktik ini dituangkan dalam kontrak yang memiliki jangka waktu pendek (tahunan), maka bila jumlah tenaga kerja eksternal ini banyak, atau sifatnya cyclical.

Hal ini, akan meningkatkan frekuensi penerbitan dan pembaruan kontrak, yang mungkin akan memakan waktu dan resource perusahaan tersebut. Terutama di divisi HRD, atau Man Power Supply.

Di lini tenaga kerja itu sendiri, praktik ini secara jelas tidak memiliki jenjang karir apapun. Karena tenaga kerja tersebut, sebenarnya adalah karyawan dari perusahaan Outsourcing.



4. Regulasi terkait

(via: Gajimu.com)

Untuk melengkapi gambaran dari apa itu Outsourcing, tidak lengkap rasanya bila tidak membahas regulasi terkait praktik yang satu ini.

Adapun regulasi terkait, praktik tersebut kini telah berubah. Dimana, dahulu praktik Outsourcing berpedoman pada UU No. 13 Tahun 2013, kini beralih pada UU No. 11 Tahun 2020.

Perubahan yang signifikan adalah tentang kategorisasi pekerajaan yang diperbolehkan untuk dialihkan, dari satu perusahaan ke perusahaan Outsourcing.

Dimana regulasi terbaru, cenderung lebih cair. Serta memberi kebebasan bagi banyak sektor bisnis, untuk dapat mengimplementasikan praktik ini.

(via: Gajimu.com)

Sedangkan di lini pengalihan kerja antara pekerjaperusahaan pemberi kerja, dan perusahaan penyedia jasa, perubahan regulasi yang dahulu berpedoman pada UU No. 13 Tahun 2013, kini beralih pada PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 19.

Perubahan yang signifikan ialah, bila pada peraturan sebelumnya pengalihan kerja (kontrak) seakan dibebankan pada tenaga kerjanya.

Namun dengan regulasi yang terbaru, beban tersebut dipikul oleh Perusahaan Penyedia Jasa, dalam hal ini adalah perusahaan Outsourcing itu sendiri.


5. Jenis Pekerjaan Outsourcing

(via: Enkel.ca)

Dalam praktik Outsourcing, ada beberapa kategori atau jenis pekerjaan yang mungkin dijalani oleh para pekerja eksternal, yaitu:

  • Personal Employment Outsourcing (PEO) berupa alih daya pada pihak ketiga, untuk fungsi administratif
  • Business Process Outsourcing (BPO) berupa alih daya pada pihak ketiga, untuk menjalankan sebagian proses bisnis. Umumnya berupa alih daya tugas pembukuan, pelaporan pajak, asuransi kesehatan, dan sebagainya.
  • Information Technology Outsourcing (ITO) berupa alih daya pada pihak ketiga, untuk memenuhi kebutuhana Teknologi dan Informasi. Umumnya berupa alih daya perawatan server, penyelia server itu sendiri, penyusunan sistim IT di suatu perusahaan, dan sebagainya.
  • Knowledge Process Outsourcing (KPO) berupa alih daya pada pihak ketiga, terkait kebutuhan pengetahuan atau bidang ilmu spesifik. Umumnya bisa berupa layanan konsultasi hukum, penasihat strategi bisnis, psikolog, dan sebagainya.

6. Mekanisme kerja

(via: Humanresourcesonline.net)

Proses perekrutan dalam praktik ini tidaklah berbeda dengan recruitment pada umumnya. Dimulai dengan proses penyaringan secara administrasi, Psikotes, tes kesehatan, dan kecakapan skill khusus.

Proses tersebut, lebih banyak dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa, bukan perusahaan pengguna tenaga kerja tersebut.

Seleksi tentu berisi penyeleksian administratif, psikologis, kondisi fisik, dan skill khusus tertentu bila dibutuhkan. Kemudian, bagi tenaga kerja yang lolos seleksi, datanya dikirimkan ke user (perusahaan pengguna jasa).

Umumnya di tahap itu, user sebatas melakukan wawancara, bila dirasa cocok maka perusahaan penyedia jasa akan membuat kontrak. Pada pertemuan selanjutnya, kontrak ditandatangani oleh pekerja tersebut.

Pada kontrak tersebut, tenaga kerja dikontrak oleh perusahaan penyedia jasa, bukan di perusahaan pengguna jasa (user).

Dalam konteks sistim kerja, hampir tidak ada yang berbeda antara karyawan internal, dengan tenaga kerja outsourcing. Meskipun ada perbedaan, biasanya berupa hak akses, fasilitas tunjangan, dan hal lainnya yang sifatnya sekunder.

Sedangakan di lini pembayaran gaji, umumnya tenaga kerja eksternal menerima gaji dari pihak perusahaan penyedia jasa, bukan dari user. Sedangkan, terlebih dahulu perusahaan pengguna jasa harus telah memenuhi kewajibannya membayarkan sesuai kontrak, pada perusahaan penyedia jasa.

Poin sistim kerja dan pembayaran gaji, serta pembayaran jasa Outsource hingga kini belum diregulasi secara mendetail. Karena mengingat, hampir tiap sektor usaha memiliki alur bisnis yang berbeda-beda.

Maka bisa dipastikan bahwa tiga poin tersebut, hanya bisa dicermati dari kontrak antar tiga pihak itu sendiri. Adapun negara memfasilitasi bila terjadi perselisihan antara ketiganya, melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).



Penutup

Demikianlah beberapa hal yang bisa menggambarkan apa itu Outsourcing. Dimana, yang harus dipertimbangkan dalam hubungan ketiga pihak ini, adalah persetujuan ketiganya atas semua hal yang tertulis dalam kontrak.