Psikologi Marketing: 10 Trik Marketing yang Wajib Kamu Tahu!

Dalam ilmu Psikologi Marketing, banyak trik dan tips dalam memaksimalkan langkah marketing untuk produkmu. Umumnya, upaya ini ditujukan untuk mengarahkan keputusan konsumen untuk ‘melirik’ produkmu.

Psikologi Marketing: Manipulasi Pola Pikir

(via: Merchant.id)

Seperti yang kamu ketahui, keputusan untuk membeli tidaklah semata-mata karena calon pelanggan memiliki uang, dan produk yang kamu jual tersedia.

Namun, ada proses kognitif, atau secara umum elemen psikologis dalam diri konsumen, yang mempengaruhi keputusan pembelian yang mereka lakukan.

Pada artikel kali ini, kami merangkum 10 aspek psikologis yang terkait dengan proses marketing, dalam sebuah produk, hingga akhirnya dibeli oleh calon pelanggan.


1. Halo Effect: pesona kesan pertama

Dalam konteks marketing, Halo Effect ialah bias dalam proses berpikir, dimana seseorang memberi penilaian positif terhadap suatu brand, karena kesan pertama yang baik dari brand tersebut.

Atau konsumen mendapat pengalaman yang baik ketika mencoba suatu produk pertama kali. Sehingga mengasumsikan, percobaan selanjutnya akan mendapat pengalaman serupa.

Sebagai contoh yakni Satpam Bank BCA yang terkenal ramah. SOP demikian membuat citra bank meningkat, dan konsumen akan mengasosiasikan kinerja bank juga baik.

Contoh lain, pernahkah kamu berbelanja di satu online shop kedua kali? Apa alasannya? Repetisi pembelian seperti ini, tercipta karena pada kesan (pembelian) pertama, konsumen telah lebih dulu puas. Maka, mengasosiasikan pembelian selanjutnya akan merasa hal yang sama.


2. Serial Position Effect: posisi dalam display

(via: Talon.one)

Serial Position Effect ialah kecenderungan manusia yang lebih mudah mengingat posisi teratas dan terbawah, dibanding yang berada di tengah, dalam sebuah urutan.

Dari kacamata ilmu marketing, fenomena demikian juga yang menjadi alasan, mengapa banyak barang populer di letakkan di bagian teratas, maupun terbawah dalam sebuah display.


3. Recency Effect: memberi informasi terbaru

Recency Effect ialah sebuah bentuk bias dalam berpikir dimana seseorang lebih mengingat apa yang terakhir digunakannya, atau didengarnya, dibandingkan apa yang pertama Ia gunakan.

Alasan ini yang mendasari mengapa penampilan dari suatu iklan terus berulang, baik itu di televisi, di radio, atau media sosial.

Tentunya agar calon konsumen selalu terkespos akan identitas suatu merek, dan diharapkan jadi yang ‘baru saja dilihat atau didengar’.

Bila kamu ingin menggunakan trik marketing yang satu ini, pastikan kamu cukup intens untuk update di media sosial milikmu.


4. Mere Exposure Effect: produk yang familiar

Hampir senada dengan recency effect di bagian sebelumnya, pada Mere Exposure Effect calon konsumen akan merasa jadi bagian dari suatu produk, bila makin sering terpapar (familiar) terhadap produk itu sendiri.

Sebagai gambaran dampak Psikologi Marketing yang satu ini, sekarang coba jawab mengapa kata ‘ojek’ identik dengan warna hijau? Jelas kini kepalamu jadi membayangkan kostum ojek online bukan?

Intensitas kamu melihat kostum ojek online ini akan membuat kamu berpikir bahwa penggunaan layanan mereka adalah hal yang diperlukan, dan krusial. Meski banyak moda transportasi lain.


5. Loss Aversion: rasa takut kehilangan

(via: Invespcro.com)

Loss Aversion ialah tendensi dimana seseorang lebih memilih menghindar dari kehilangan sesuatu, dibandingkan mendapatkan suatu hal dalam jumlah yang sama.

Tips marketing yang satu ini, pasti sudah sering kamu lihat di bragam promo suatu produk, umumnya promo tersebut berisi kata-kata:

  • Jangan sampai kehilangan
  • Simpan uangmu sekarang
  • Top Deals
  • Save Now

Pernah melihat kalimat tersebut bukan? penerapan ilmu marketing dengan kalimat demikian membuat calon pelanggan merasa dihadapkan dengan ‘risiko kehilangan kesempatan’, dan membuat dirinya merasa butuh produk tersebut.



6. Compromise Effect: pihak ke tiga

(via: Pony.studio)

Compromise Effect ialah tendensi bahwa konsumen akan cenderung memilih produk yang disajikan dalam bentuk berkelompok, atau choice set. Tapi, produk tersebut, harus tidak berada di kutub paling ekstrem, baik termurah atau tertinggi.

Tips marketing yang satu ini, sering dikaitkan dengan Decoy Effect yakni, tendensi konsumen yang akan memilih pilihan (ketiga) yang berada di tengah, dibandingkan yang termurah, atau termahal.

Trik marketing yang satu ini, memberi ilusi pada calon konsumen, bahwa set-produk yang berada di ‘tengah’, tidak lebih sedikit, atau banyak (bila konteksnya jumlah). Atau tidak terlalu mahal, juga tidak terlalu murah (dalam konteks harga).

7. Anchoring: memberi tolok ukur

(via: Medium.com)

Anchoring ialah bias proses berpikir, ketika calon konsumen hanya berpedoman pada hal pertama yang ditemuinya, dan menjadikannya sebuah kesimpulan akan suatu hal (murah, bagus, indah, dan lainnya).

Sebagai contoh penerapan tips marketing yang satu ini ialah, beberapa produk diletakkan di bagian depan Indomart, atau Alfamart, dengan dicantumkan harga diskon.

Maka, konsumen mungkin menganggap bahwa harga tersebut, ialah harga termurah dari suatu jenis produk. Sehingga bila mereka bertemu dengan produk serupa, maka yang teringat adalah ‘harga termurah’ di bagian depan tadi.


8. Framing Effect: mengarahkan opini

(via: Generasimaju.co.id)

Framing Effect ialah bentuk pola pikir pada konsumen yang memutuskan suatu pembelian berdasarkan konotasi positif ataupun negatif, yang melekat atas suatu produk.

Trik marketing satu ini yang paling sering ditemui ialah bentuk testimonial dari penggunaan suatu produk. Atau segala bentuk rating, maupun comment.

Maka penting, untuk mengarsip segala testimonial dari produk yang kamu jual, entah itu kamu jadikan materi promosi. Atau setidaknya, bisa jadi dasar dari pengembangan yang akan kamu lakukan kedepannya.

9. IKEA Effect: sentuhan tangan yang bernilai

(via: Adweek.com)

IKEA Effect merupakan sebuah fenomena psikologis, dimana konsumen merasa bahwa produk yang dapat dirakit oleh mereka sendiri, dianggap lebih bernilai.

Dalam ilmu Psikologi dan Marketing, hal ini ditangkap sesuai dengan sebuah brand asal Swedia, yaitu IKEA.

Dimana banyak produk dari brand tersebut yang secara parsial harus dirakit oleh pelanggan, malah membuat para pelanggan merasa produk dari brand itu punya nilai sentimentil, dan berharga.

Meski tidak semua lini bisnis bisa menerapkan tips marketing yang satu ini, tapi untuk beragam produk craftmanship atau furnitur, mungkin kamu bisa coba.

10. Confirmation Bias: memberi validasi

(via: Ventureharbour.com)

Dalam ilmu Psikologi Marketing, Confirmation Bias didefinisikan sebagai perilaku konsumen yang selalu mencari, dan mencoba menyimpulkan suatu hal, yang sebelumnya sudah mereka yakini.

Maka bisa dikatakan, mereka mencari validasi. Mereka butuh diyakinkan akan hasrat yang ada di dalam diri mereka. Sebagai contoh:

  • Produk ini mahal, karena kami tahu, kamu mencari yang terbaik
  • Kamu butuh liburan saat ini


Penutup

Demikianlah beberapa tips dan trik Psikologi Marketing yang bisa kamu coba terapkan dalam upaya pemasaran produkmu. Adapun tentunya, kamu perlu eksperimen, mana pola yang cocok dengan lini bisnis, maupun identitas bisnismu. Selamat mencoba!